Monday, October 15, 2012
Semoga Bermanfaat, sekedar renungan untuk para
rekan-rekan generasi muda..
Orang Bilang Anakku Seorang Aktivis…
Orang Bilang Anakku Seorang Aktivis…
Orang bilang anakku seorang aktivis.
Kata mereka namanya tersohor dikampusnya sana.
Orang bilang anakku seorang aktivis.
Dengan segudang kesibukan yang disebutnya
amanah umat.
Orang bilang anakku seorang aktivis.
Tapi bolehkah aku sampaikan padamu nak..??
Ibu bilang engkau hanya seorang putra kecil ibu
yang lugu.
Anakku…
Anakku…
Sejak mereka bilang engkau seorang aktivis ibu
kembali mematut diri menjadi ibu seorang aktivis.
Dengan segala kesibukkanmu, ibu berusaha
mengerti betapa engkau ingin agar waktumu terisi dengan segala yang bermanfaat.
Ibu sungguh mengerti itu nak, tapi apakah
menghabiskan waktu dengan ibumu ini adalah sesuatu yang sia-sia nak..??
Sungguh setengah dari umur ibu telah ibu
habiskan untuk membesarkan dan menghabiskan waktu bersamamu nak, tanpa pernah
ibu berfikir bahwa itu adalah waktu yang sia-sia.
Anakku…
Anakku…
Kita memang berada disatu atap nak, di atap
yang sama saat dulu engkau bermanja dengan ibumu ini.
Tapi kini dimanakah rumahmu nak..??
Ibu tak lagi melihat jiwamu di rumah ini.
Sepanjang hari ibu tunggu kehadiranmu dirumah,
dengan penuh doa agar Allah senantiasa menjagamu.
Larut malam engkau kembali dengan wajah kusut.
Mungkin tawamu telah habis hari ini, tapi ibu
berharap engkau sudi mengukir senyum untuk ibu yang begitu merindukanmu.
Ah, lagi-lagi ibu terpaksa harus mengerti,
bahwa engkau begitu lelah dengan segala aktivitasmu hingga tak mampu lagi
tersenyum untuk ibu.
Atau jangankan untuk tersenyum, sekedar untuk
mengalihkan pandangan pada ibumu saja katamu engkau sedang sibuk mengejar
deadline.
Padahal, andai kau tahu nak, ibu ingin sekali
mendengar segala kegiatanmu hari ini, memastikan engkau baik-baik saja, memberi
sedikit nasehat yang ibu yakin engkau pasti lebih tahu.
Ibu memang bukan aktivis sekaliber engkau nak,
tapi bukankah aku ini ibumu..??
Yang 9 bulan waktumu engkau habiskan didalam rahimku..
Anakku…
Anakku…
Ibu mendengar engkau sedang begitu sibuk nak.
Nampaknya engkau begitu mengkhawatirkan nasib
organisasimu, engkau mengatur segala strategi untuk mengkader anggotamu.
Engkau nampak amat peduli dengan semua itu, ibu
bangga padamu.
Namun, sebagian hati ibu mulai bertanya nak,
kapan terakhir engkau menanyakan kabar ibumu ini nak..??
Apakah engkau mengkhawatirkan ibu seperti
engkau mengkhawatirkan keberhasilan acaramu..??
Kapan terakhir engkau menanyakan keadaan
adik-adikmu nak..??
Apakah adik-adikmu ini tidak lebih penting dari
anggota organisasimu nak..??
Anakku…
Anakku…
Ibu sungguh sedih mendengar ucapanmu.
Saat engkau merasa sangat tidak produktif
ketika harus menghabiskan waktu dengan keluargamu.
Memang nak, menghabiskan waktu dengan
keluargamu tak akan menyelesaikan tumpukan tugas yang harus kau buat, tak juga
menyelesaikan berbagai amanah yang harus kau lakukan.
Tapi bukankah keluargamu ini adalah tugasmu
juga nak..??
Bukankah keluargamu ini adalah amanahmu yang
juga harus kau jaga nak..??
Anakku…
Anakku…
Ibu mencoba membuka buku agendamu.
Buku agenda sang aktivis.
Jadwalmu begitu padat nak, ada rapat disana
sini, ada jadwal mengkaji, ada jadwal bertemu dengan tokoh-tokoh penting.
Ibu membuka lembar demi lembarnya, disana ada
sekumpulan agendamu, ada sekumpulan mimpi dan harapanmu.
Ibu membuka lagi lembar demi lembarnya, masih
saja ibu berharap bahwa nama ibu ada disana.
Ternyata memang tak ada nak, tak ada agenda
untuk bersama ibumu yang renta ini.
Tak ada cita-cita untuk ibumu ini.
Padahal nak, andai engkau tahu sejak kau ada di
rahim ibu tak ada cita dan agenda yang lebih penting untuk ibu selain cita dan
agenda untukmu, putra kecilku..
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional.
Kalau boleh ibu meminjam bahasa mereka, mereka bilang engkau seorang organisatoris yang profesional.
Boleh ibu bertanya nak, dimana
profesionalitasmu untuk ibu..??
Dimana profesionalitasmu untuk keluarga..??
Dimana engkau letakkan keluargamu dalam skala
prioritas yang kau buat..??
Ah, waktumu terlalu mahal nak.
Ah, waktumu terlalu mahal nak.
Sampai-sampai ibu tak lagi mampu untuk membeli
waktumu agar engkau bisa bersama ibu..
……………………………………………………………………………………………….....
Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan orang tercinta, ibu, ayah, kakak dan adik. Akhirnya tak mundur sedetik tak maju sedetik. Dan hingga saat itu datang, jangan sampai yang tersisa hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu tuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai.
Untuk mereka yang kasih sayangnya tak kan pernah putus, untuk mereka sang penopang semangat juang ini. Saksikanlah, bahwa tak ada yang lebih berarti dari ridha ibu atas segala aktivitas yang kita lakukan. Karena tanpa ridha ibu, Mustahil kita peroleh ridhaNya..."
Intinya: Setua apapun kita, ibu selalu menganggap kita anak kecilnya, mengkhawatirkan diri kita tapi tidak pernah membiarkan kita mengkhawatirkan dirinya...
Setiap pertemuan pasti akan menemukan akhirnya. Pun pertemuan dengan orang tercinta, ibu, ayah, kakak dan adik. Akhirnya tak mundur sedetik tak maju sedetik. Dan hingga saat itu datang, jangan sampai yang tersisa hanyalah penyesalan. Tentang rasa cinta untuk mereka yang juga masih malu tuk diucapkan. Tentang rindu kebersamaan yang terlambat teruntai.
Untuk mereka yang kasih sayangnya tak kan pernah putus, untuk mereka sang penopang semangat juang ini. Saksikanlah, bahwa tak ada yang lebih berarti dari ridha ibu atas segala aktivitas yang kita lakukan. Karena tanpa ridha ibu, Mustahil kita peroleh ridhaNya..."
Intinya: Setua apapun kita, ibu selalu menganggap kita anak kecilnya, mengkhawatirkan diri kita tapi tidak pernah membiarkan kita mengkhawatirkan dirinya...
Sumber : Unknown
0 komentar:
Posting Komentar
Tulislah walau satu kata,.!!