Tuesday,
February 16, 2012
… ::: MAAF :::…
“Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk melepaskanmu,
apalah dayaku, kamu bukan milikku seutuhnya. Kamu hanya titipan buatku, yang
sewaktu – waktu aku harus siap untuk melepaskanmu. Hidup adalah sebuah pilihan dan
ku pilih untuk melepaskanmu. Semua itu demi ayah, ibu dan keluargaku”.
Kataku dengan tegas kepadanya. Ku pandangi
wajahnya yang seakan ingin memberontak, tapi disisi lain dia menerima
keputusanku ini.
“Kalau itu adalah pilihan dan yang terbaik
untuk hidupmu, maka aku akan menerimanya. Demimu”.
“Uuhhhgggg…”.
Masih ku ingat kenangan – kenangan indah
bersamanya, ketika aku dan dirinya baru berjumpa tepatnya di tahun 2009 lalu.
Kini genap sudah tiga tahun kami bersama dan harus mengakhirinya. Kenangan itu
masih ku rasakan menari – nari di mataku. Tertawa, menangis, marah, dia selalu
ada didekatku.
Disaat orang – orang mengatakan “kau tak lagi
berharga”, dia ada di sampingku. Melindungiku bak sebuah kerang terhadap
mutiaranya. Menjagaku bak seseorang yang takut kehilangan benda berharganya.
Dia tak pernah menuntut apa – apa dari diriku. Dia menerimaku apa adanya. Saat
aku diam, dia menyapaku. Saat aku marah, dia mampu menjadi salju dan
mendinginkan jiwaku. Saat aku menangis, dia rela meminjamkan tubuhnya untuk ku
tetesi air mataku. Saat aku tersenyum bersama teman – teman, dia ikut tersenyum
di kejauhan. Karena tak ingin mengusik kebahaguaanku dengan teman – temanku.
***
“Aaarrrgghhhh…”.
Pagi ini, aku ingin mengeluarkan semua suaraku,
suara pemberontakanku. Suara penyesalanku, kenapa harus ada awal dan akhir..??
Suara pemberontakanku, kenapa harus ada pertemuan dan perpisahan..?? Suara
pemberontakanku, saat aku mengatakan padanya
“selamat tinggal”.
Secara fisik, kita tidak berpisah. Secara
fisik, pertemuan kami tidak berakhir. Tapi secara hati, dia bukan lagi milikku.
Secara status, aku tak berhak lagi meminta perlindungan dari dirinya.
***
Sebulan, sebelum aku mengatakan padanya
“selamat tinggal “, ayah sudah menyiapkan penggantinya.
“Lebih baik”
itu katanya.
Akupun memulai hidupku di lembaran baru dalam
catatan langkahku, tentunya tanpa dirinya. Aku berjanji pada diriku untuk menerima
penggantinya tanpa ada bayangannya lagi. Janjikupun ku tepati setelah ku dengar
dia sudah ada yang memiliki.
“Semoga kamu bahagia dengan penggantiku”
bisikku dalam hati.
Ku persembahkan untuk yang berinisial
“81011816209_7”.
0 komentar:
Posting Komentar
Tulislah walau satu kata,.!!