Mata Kuliah :
KMB II
ASUHAN KEPERAWATAN
ANEMIA HEMOLITIK
Oleh :
Kelompok III
Muthmainnah Dahlan
Nadharatunnaim
Nadwiyah MuhaRRikah
Nani Wahyuna
Nia Anita Galman
Nirwana
Novanny Thres Pala’langan
Novi Reskika Amalia Azis
Nunun Dya Ardillah
Nur Alqadri Akbar
Nur Eka Putri
Nur Ilmiddinyah
Nur Iskandar
Nur Ningsi Buamona
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nani Hasanuddin
Makassar
2012
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Definisi
a.
Anemia
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah
hemoglobin dalam 1 mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang
didapat dalam 100 ml darah (Ngastia, 1997 ; 398)
Anemia adalah berkurangnya volume eritrosit di kadar HB
di bawah batas nilai-nilai yang dijumpai pada orang sehat (Nelson; 838)
b.
Anemia Hemolitik
Anemia
hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur
eritrosit 100-120 hari).
Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis,
kerusakan abnormal sel-sel darah merah (sel darah merah), baik di dalam
pembuluh darah (hemolisis intravaskular) atau di tempat lain dalam tubuh
(extravascular).
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena
terjadinya penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur
eritrosit normalnya 100 sampai 120 hari).
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel
darah merah (HB) berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi)
pada eritrosit yang lebih cepat dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya
kembali. Jika terjadi hemolisis (pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan
sumsum tulang masih bisa mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan
ini disebut anemia terkompensasi. Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum
tulang tidak mampu menganti keadaan inilah yang disebut anemia hemolitik.
Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur
eritrosit. Pada kondisi normal eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik
selama 120 hari, sedang pada penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya
beberapa hari saja.
B.
Etiologi
1.
Faktor Intrinsik :
Yaitu
kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit
Kelainan
karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a.
Gangguan struktur dinding eritrosit
F
Sferositosis
Penyebab
hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran eritrosit.
Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar dikenal. Pada anak
gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan ikterusnya, sedangkan pada
orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan saja sudah dapat menimbulkan
krisis aplastik
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
Kelainan radiologis tulang dapat ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80% penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis.
F
Ovalositosis (eliptositosis)
Pada
penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan
normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini
diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak
seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang.
Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
F
A-beta lipropoteinemia
Pada
penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur eritrosit
tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut disebabkan
oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
b.
Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan
ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi.
Anemia
hemolitik oleh karena kekurangan enzim sbb:
ü
Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
ü
Defisiensi Glutation reduktase
ü
Defisiensi Glutation
ü
Defisiensi Piruvatkinase
ü
Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
ü
Defisiensi difosfogliserat mutase
ü
Defisiensi Heksokinase
ü
Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
c.
Hemoglobinopatia
Pada
bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun, sehingga
pada umur satu tahun telah mencapai keadaan yang normal
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
Sebenarnya terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
F Gangguan struktural pembentukan
hemoglobin (hemoglobin abnormal). Misal HbS, HbE dan lain-lain
F Gangguan jumblah (salah satu atau
beberapa) rantai globin. Misal talasemia
2.
Faktor Ekstrinsik :
Yaitu
kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
a.
Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat
b.
Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh
antibodi yang dibentuk oleh tubuh sendiri.
c.
Infeksi, plasmodium, boriella
C.
Patofisiologi
Hemolisis
adalah acara terakhir dipicu oleh sejumlah besar diperoleh turun-temurun dan
gangguan. etiologi dari penghancuran eritrosit prematur adalah beragam dan
dapat disebabkan oleh kondisi seperti membran intrinsik cacat, abnormal
hemoglobin, eritrosit enzimatik cacat, kekebalan penghancuran eritrosit,
mekanis cedera, dan hypersplenism. Hemolisis dikaitkan dengan pelepasan
hemoglobin dan asam laktat dehidrogenase (LDH). Peningkatan bilirubin tidak
langsung dan urobilinogen berasal dari hemoglobin dilepaskan.
Seorang pasien dengan hemolisis ringan mungkin memiliki
tingkat hemoglobin normal jika peningkatan produksi sesuai dengan laju
kerusakan eritrosit. Atau, pasien dengan hemolisis ringan mungkin mengalami
anemia ditandai jika sumsum tulang mereka produksi eritrosit transiently
dimatikan oleh virus (Parvovirus B19) atau infeksi lain, mengakibatkan kehancuran
yang tidak dikompensasi eritrosit (aplastic krisis hemolitik, di mana penurunan
eritrosit terjadi di pasien dengan hemolisis berkelanjutan). Kelainan bentuk
tulang tengkorak dan dapat terjadi dengan ditandai kenaikan hematopoiesis,
perluasan tulang pada masa bayi, dan gangguan anak usia dini seperti anemia sel
sabit atau talasemia.
a.
Mekanisme pemecahan eritrosit
ektravaskular
terjadi
dalam sel makrofag dan sistem retikuloendotelial terutama di organ hati,
limpa/pankreas dan sumsum tulang. Pemecahan eritrosit terjadi di dalam sel
organ-organ tersebut karena organ-organ tersebut mengandung enzim heme
oxygenase yang berfungsi sebagai enzim pemecah.
Eritrosit
yang lisis akibat kerusakan membran, gangguan pembentukan hemoglobin dan
gangguan metabolisme ini, akan dipecah menjadi globin dan heme. Globin akan
disimpan sebagai cadangan, sedang heme akan dipecah lagi menjadi besi dan
protoforfirin. Besi disimpan sebagai cadangan. Protoforpirin akan terurai
menjadi gas CO dan bilirubin. Bilirubin dalam darah berikatan dengan albumin
akan membentuk bilirubin indirect (bilirubin I). Bilirubin indirect yang
terkonjugasi di organ hati menjadi bilirubin direct (bilirubin II). Bilirubin
direct diekresikan (disalurkan) ke empedu sehingga meningkatkan sterkobilinogen
(mempengaruhi warna feses) dan urobilinogen (mempengaruhi warna urin/air seni).
b.
Mekanisme pemecahan eritrosit
intravaskular
terjadi
dalam sirkulasi darah. Eritrosit yang lisis melepaskan HB bebas ke dalam
plasma. Haptoglobin dan hemopektin mengikat HB bebas tersebut ke sistem retikuloendotelial
untuk dibersihkan. Dalam kondisi hemolisis berat, jumlah haptoglobin dan
hemopektin mengalami penurunan, akibatnya Hemoglobin bebas beredar dalam darah
(hemoglobinemia). Pemecahan eritrosit yang berlebihan akan membuat hemoglobin
dilepaskan ke dalam plasma. Jumlah hemoglobin yang tidak terakomodasi
seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah itulah yang menyebabkan
hemoglobinemia.
Hemoglobin
juga dapat melewati glomelurus ginjal sehingga terjadi hemoglobinuria. Hemoglobin
yang terdapat di tubulus ginjal akan diserap oleh sel-sel epitel, sedang
kandungan besi yang terdapat di dalamnya akan disimpan dalam bentuk
hemosiderin. Jika epitel ini mengalami deskuamasi akan terjadi hemosiderinuria
(hemosiderin hanyut bersama air seni). Hemosiderinuria merupakan tanda
hemolisis intravaskular kronis.
Berkurangnya
jumlah eritrosit diperifer juga memicu ginjal mengeluarkan eritropoetin untuk
merangsang eritropoesis di sumsum tulang. Hal ini menyebabkan terjadinya
peningkatan retikulosit (sel eritrosit muda di paksa matang) sehingga
mengakibatkan polikromasia.
D.
Manifestasi Klinik
F
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat,
menyebabkan krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai
dengan:
1.
Demam
2.
Mengigil
3.
Nyeri punggung dan lambung
4.
Perasaan melayang
5.
Penurunan tekana darah yang berarti
F
Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
1.
Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil
pemecahan eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil
ekskresi yaitu urin dan feses.
2.
Hemoglobinemia : adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya
tidak ada karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang
berlebihan akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin
yang tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan
menyebabkan hemoglobinemia.
3.
Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.
4.
Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai
kompensasi banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti
retikulosit banyak ditemukan.
F
Gejala umum pada anemia
adalah nilai kadar HB <7g/dl, sedang gejala hemolisisnya berupa ikterus
(kuning) akibat peningkatan kadar bilirubin indirect dalam darah, pembengkakan
limfa (splenomegali), pembengkakan organ hati (hepatomegali) dan kandung batu
empedu (kholelitiasis). Tanda dan gejala lebih lanjut sangat tergantung pada
penyakit yang menyertai.
E.
Pemeriksaan Diagnostik
1.
Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
F
Bilirubin serum meningkat
F
Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
F
Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
2.
Gambaran peningkatan produksi eritrosit
F
Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
F
hiperplasia eritropoesis sum-sum tulang
3.
Gambaran rusaknya eritrosit:
F
morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell,
hipokrom mikrositer, target cell, sickle cell, sferosit.
F
fragilitas osmosis, otohemolisis
F
umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom.
persentasi aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit.
semakin cepat penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit
F.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Penurunan kadar HB<1g/dl dalam satu minggu tanpa diimbangi
dengan proses eritropoesis yang normal
2.
Penurunan masa hidup eritrosit <120 hari. Pemeriksaan terbaik
dengan labeling crom. Persentasi aktivitas crom dapat dilihat dan sebanding
dengan umur eritrosit. Semakin cepat penurunan aktivitas crom maka semakin
pendek umur eritrosit
3.
Hemoglobinuria (urin berwarna merah kecoklatan atau merah
kehitaman)
4.
Hemosiderinuria diketahui dengan pemeriksaan pengecatan biru
prusia pada air seni
5.
Hemoglobinemia, terlihat pada plasma yang berwarna merah terang
6.
Peningkatan katabolisme heme, biasanya terlihat dari peningkatan
bilirubin serum
7.
Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital (menghitung sel
darah merah muda)
8.
Sterkobilinogen feses meningkat, pigmen feses berwarna kehitaman
9.
Terjadi hiperplasia eritropoesis sumsum tulang
G.
Penatalaksaan
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis
memerlukan perawatan khusus.
1.
Terapi transfusi
ü
Hindari
transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin penting
bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
ü
Administer
dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres jantung.
ü
Pada anemia
hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan silang mungkin
sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika ditandai.. Risiko
hemolisis akut dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung
pada laju infus.. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh pemberian unit setengah
dikemas sel darah merah untuk mencegah kehancuran cepat transfusi darah.
ü
Iron overload
dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya, talasemia atau
kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan sistematis
baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan dan
chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine. 10
2.
Menghentikan obat
ü
Discontinue penisilin dan agen-agen lain yang dapat menyebabkan
hemolisis kekebalan tubuh dan obat oksidan seperti obat sulfa (lihat Diet).
ü
Obat yang dapat menyebabkan hemolisis kekebalan adalah sebagai
berikut
1)
Penisilin
2)
Sefalotin
3)
Ampicillin
4)
Methicillin
5)
Kina
6)
Quinidine
7)
Kortikosteroid
dapat dilihat pada anemia hemolitik autoimun.
3.
Splenektomi
dapat menjadi pilihan pertama pengobatan dalam beberapa jenis anemia hemolitik,
seperti spherocytosis turun-temurun.
ü
Dalam kasus
lain, seperti di AIHA, splenektomi dianjurkan bila langkah-langkah lain telah
gagal.
ü
Splenektomi
biasanya tidak dianjurkan dalam gangguan hemolitik seperti anemia hemolitik
agglutinin dingin.
ü
Diimunisasi
terhadap infeksi dengan organisme dikemas, seperti Haemophilus influenzae dan
Streptococcus pneumoniae, sejauh sebelum prosedur mungkin.
4.
Penanganan gawat darurat:
Atasi
syok, pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit, perbaiki fungsi ginjal.
Jika terjadi penurunan hemoglobin berat perlu diberi diberi transfusi namun
dengan pengawasan ketat. Transfusi yang diberikan berupa washed red cell untuk
mengurangi beban antibodi. Selain itu juga diberi steroid parenteral dosis
tinggi atau hiperimun untuk menekan aktivitas makrofag.
5.
Terapi suportif-simptomatik:
Bertujuan
untuk menekan proses hemolisis terutama dilimfa dengan jalan splenektomi
(operasi pengangkatan limfa). Selain itu perlu juga diberi asam folat
0,15-0,3mg/hari untuk mencegah krisis megaloblastik.
6.
Terapi kausal:
Mengobati
penyebab dari hemolisis, namun biasanya penyakit ini idiopatik (tidak diketahui
penyebabnya) dan herediter (bawaan) sehingga sulit untuk ditangani. Pada
thalasemia, transplantasi sumsum tulang bisa dilakukan.
BAB
II
ASUHAN
KEPERAWATAN
A.
Pengkajian
a.
Data demografi
b.
Riwayat
kesehatan
Ø
Riwayat
kesehatan dahulu
ü
Kemungkinan
klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan pengobatan seperti anti
kanker, analgetik dll
ü
Kemungkinan
klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar ionisasi yang besar
ü
Kemungkinan
klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung as. Folat,Fe dan Vit12.
ü
Kemungkinan
klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
ü
Kemungkinan
klien pernah mengalami perdarahan hebat
Ø
Riwayat
kesehatan keluarga
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan
genetik yang berasal dari orang tua yang sama-sama trait sel sabit
Ø
Riwayat
kesehatan sekarang
ü
Klien terlihat
keletihan dan lemah
ü
Muka klien
pucat dan klien mengalami palpitasi
ü
Mengeluh nyeri mulut dan lidah
c.
Kebutuhan
dasar
1)
Pola aktivitas
sehari-hari
ü
Keletihan, malaise,
kelemahan
ü
Kehilangan
produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
2)
Sirkulasi
ü
Palpitasi, takikardia,
mur mur sistolik, kulit dan membran mukosa (konjungtiva, mulut, farink dan
bibir) pucat
ü
Sklera : biru
atau putih seperti mutiara
ü
Pengisian
kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan vasokonstriksi (kompensasi)
ü
Kuku : mudah
patah, berbentuk seperti sendok
ü
Rambut
kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur
3)
Eliminasi
Diare dan penurunan haluaran urin
4)
Integritas ego
Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung
5)
Makanan dan
cairan
ü
Penurunan
nafsu makan
ü
Mual dan
muntah
ü
Penurunan BB
ü
Distensi
abdomen dan penurunan bising usus
ü
Nyeri mulut
atau lidah dan kesulitan menelan
6)
Higiene
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
7)
Neurosensori
ü
Sakit kepala, pusing,
vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi
ü Penurunan penglihatan
ü Gelisah dan kelemahan
8)
Nyeri atau
kenyamanan
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala
9)
Pernafasan
Nafas pendek pada istirahat dan aktivitas (takipnea,
ortopnea dan dispnea)
10) Keamanan
Gangguan penglihatan, jatuh, demam dan infeksi
11) Seksualitas
ü
Perubahan
aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)
ü Hilang libido
ü Impoten
d.
Analisa Data
NO
|
SIGN & SYMTOMP
|
ETIOLOGI
|
PROBLEM
|
1
|
DS : mengeluhkan
pusing, lemas, menggigil, nyeri punggung dan lambung, serta sesak nafas dan
mudah lelah saat beraktivitas.
DO :
ü
Badan pasien
teraba dingin
ü Pasien tampak pucat dan konjungtiva pucat
ü
TTV
|
Penurunan
komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen
|
Perubahan perfusi jaringan
|
2
|
DS : mengatakan
tidak ada nafsu makan, mual, dan muntah
DO : -
|
Nafsu makan menurun, mual
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
|
3
|
DS : mengatakan lambung nya nyeri
DO :
ü
Urine pekat
dan feses hitam
ü
Pada
Auskultasi terdengar bunyi usus menurun
|
Penurunan
masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
|
Konstipasi
|
4
|
DS : mengeluhkan
pusing, lemas, serta sesak nafas dan mudah lelah saat beraktivitas.
DO :
-
|
Ketidakseimbangan
antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.
|
Intoleransi aktifitas
|
5
|
DS : -
DO : -
|
Kurang
terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber
informasi.
|
Kurang
pengetahuan
|
B.
Diagnose
1.
Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen
2.
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan
menurun, mual
3.
Konstipasi b.d penurunan masukan diet; perubahan proses
pencernaan; efek samping terapi obat.
4.
Intoleransi
aktifitas b.d ketidakseimbangan
antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.
5.
Kurang pengetahuan, b/d kurang mengingat, salah interpretasi
informasi, tidak mengenal sumber informasi.
C.
Intervensi
NO
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Perubahan perfusi jaringan b.d Penurunan komponen seluler
yang diperlukan untuk pengiriman oksigen
DS : pusing,
lemas, menggigil, nyeri punggung dan lambung, serta sesak nafas dan mudah
lelah saat beraktivitas.
DO : -
|
Peningkatan
perfusi jaringan
Kriteria
hasil:
ü
Keadaan umum
ü
TD : 120/80
mmHg
ü
Suhu 36,50
C – 370 C
ü
Jumlah
Eritrosit 5000 - 9000 sel/mm3
|
a.
Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane
mukosa, dasar kuku.
b.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
c.
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi
adventisius.
d.
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
e.
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur
suhu air mandi dengan thermometer.
f.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan
sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
g.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
h.
Berikan transufi darah sesuai indikasi
|
a.
Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
b.
Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
c.
Gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan
jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
d.
Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial
risiko infark.
e.
Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen
f.
Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.
g.
Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
h.
Meningkatkan jumlah sel darah merah
|
2.
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
b.d nafsu makan menurun, mual
DS : mengatakan
tidak ada nafsu makan, mual, dan muntah
DO : -
|
Kebutuhan nutrisi sesuai dengan kebutuhan tubuh
Kriteria hasil:
ü
Keadaan umum
membaik
ü
dapat
menghabiskan porsi makan yang diberikan
ü
Mengalami
peningkatan BB
|
a.
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
b.
Observasi dan catat masukkan makanan pasien
c.
Timbang berat badan setiap hari
d.
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan
diantara waktu makan
e.
Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala
lain yang berhubungan
f.
Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah
makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci
mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
g.
Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
h.
Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium
i.
Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi
|
a.
Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
b.
Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
c.
Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi
nutrisi
d.
Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah
distensi gaster
e.
Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
f.
Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut
khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri
berat.
g.
Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
h.
Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber
diet nutrisi yang dibutuhkan.
i.
Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau
adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
|
3.
|
Konstipasi
b.d penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi
obat.
DS : lambung nya nyeri
DO : Urine pekat dan feses hitam,
Auskultasi
terdengar bunyi usus menurun.
|
Membuat/kembali
pola normal dari fungsi usus
Kriteria
hasil :
ü
mengatakan
lambungnya tidak nyeri lagi
ü
Warna urine
normal, dan warna feses normal serta konsistensi yang normal
ü
Bunyi usus
normal.
|
a.
Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah
b.
Auskultasi bunyi usus
c.
Awasi intake dan output (makanan dan cairan).
d.
Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
e.
Hindari makanan yang membentuk gas
f.
Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan
kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap
defekasi bila terjadi diare.
g.
Kolaborasi ahli gizi untuk diet seimbang dengan tinggi serat dan
bulk.
h.
Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk
bulk atau enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi)
i.
Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan
atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil.
(kolaborasi).
|
a.
Membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan
intervensi yang tepat.
b.
bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada
konstipasi
c.
dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau
alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet
d.
membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi.
Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare
e.
menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
f.
mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan
g.
serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam
alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk,
yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
h.
mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
i.
menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
|
4.
|
Intoleransi aktifitas b.d ketidakseimbangan antara suplai
oksigen (pengiriman) dan kebutuhan, kelemahan fisik.
DS : mengeluhkan pusing, lemas, serta sesak nafas dan mudah
lelah saat beraktivitas.
DO : -
|
Dapat
mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas
Kriteria
hasil :
ü
dapat beraktivitas dengan normal.
ü
TD : 120/80 mmHg
|
a.
Kaji kemampuan ADL pasien.
b.
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
c.
Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara
bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan
d.
Rencanakan kemajuan aktivitas dengan pasien, termasuk aktivitas
yang pasien pandang perlu. Tingkatkan tingkat aktivitas sesuai toleransi.
e.
Gunakan teknik menghemat energi,
f.
Anjurkan pasien untuk mengehentikan aktivitas bila palpitasi,
nyeri dada, nafas pendek, kelemahan, atau pusing terjadi.
|
a.
Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
b.
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk
membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
c.
Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh
dan menurunkan regangan jantung dan paru
d.
Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan
memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan
rasa terkontrol.
e.
Mendorong pasien melakukan banyak aktivitas dengan membatasi
penyimpangan energi dan mencegah kelemahan.
f.
Regangan/stress kardiopulmonal berlebihan dapat menimbulkan
dekompensasi /kegagalan
|
5.
|
Kurang
pengetahuan b/d kurang mengingat,
salah interpretasi informasi, tidak mengenal sumber informasi.
DS : mengatakan bahwa awalnya dia mengira kalau dia hanya
kelelahan bekerja dan jadwal makan tidak teratur, tapi lama kelamaan
penyakitnya bertamabah parah.
DO : -
|
Pasien
mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana
pengobatan.
Kriteria
hasil :
ü
Pasien menyatakan pemahamannya proses penyakit dan
penatalaksanaan penyakit.
ü
Mengidentifikasi factor penyebab.
ü
Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
|
a.
Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan
bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
b.
Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic
c.
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitn
d.
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya
sekarang.
e.
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang
telah diberikan
|
a.
memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat
pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama
dalam program terapi
b.
ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress,
selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
c.
megetahui seberapa jauh pengalaman
dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
d.
dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien akan
tenang dan mengurangi rasa cemas
e.
Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta
menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
|
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anemia adalah
berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah hemoglobin dalam 1 mm3
darah atau berkurangnya volume sel yang didapat dalam 100 ml darah.
Anemia
hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur
eritrosit 100-120 hari).
Penyebab anemia hemolitik :
1. Faktor intrinsik
a.
gangguan stuktur dinding eritrosit
b.
gangguan pembentukan nukleotida
c.
hemoglobinopatia
2. Faktor intrinsik
a.
akibat reaksi non imunitas
b.
akibat reaksi imunitas
c.
infeksi, plasmodium, boriella
B.
Saran
Sebagai
mahasiswa yang tak pernah lepas dari kata belajar. Begitu pula dalam pembuatan
asuhan keperawatan ini, yang jauh dari kesempurnaan. Olehnya kami menerima
saran dari pembaca demi terciptanya asuhan keperawatan berikutnya yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan, Jakarta : EGC
Price, Sylvia. 2005. Patofisiologis : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Jakarta : EGC
Handayani Wiwik dan Andi Sulistyo. 2008. Asuhan
Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta : Salemba
Medika
0 komentar:
Posting Komentar
Tulislah walau satu kata,.!!