Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Tubektomy dan Vasektomy (Makalah)


Mata Kuliah                 : Maternitas
Dosen Pengasuh          : Suhartatik





 TUBEKTOMY dan VASEKTOMY




Oleh :
Kelompok 3 (Tiga)



Mutmainnah Achmad
Muthmainnah
Mutmainnah Dahlan
Nadharatunnaim
Nadwiyah MuhaRRikah
Nani Wahyuna
Nia Anita Galman
Nirwana
Novani Tresh P
Novi Reskika Amalia A
Nunung Dya Ardillah
Nur Alqadri Akbar
Nur Eka Putri



Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Nani Hasanuddin
Makassar
2012

Kata Pengantar

            Segala puji bagi Allah pemilik alam semesta ini, hanya kepada-Nya kita menyembah dan hanya kepada-Nya pula kita memohon pertolongan. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah maka tak ada yang bisa memberinya petunjuk.
            Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad utusan Allah beserta keluarga dan sahabat beliau.
            Makalah ini disusun oleh kelompok 3 (tiga) yang merupakan tugas kelompok dari mata kuliah Maternitas dengan dosen pengasuh ibu Suhartatik.
            Semoga makalah ini dapat mendatangkan manfaat yang besar bagi setiap pribadi dari penyusun makalah maupun dari para pembaca. Amin Ya Robbal Alamin.


Gowa, 22 April 2012  


Penyusun        













Bab I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Kontrasepsi mantap berupa tubektomi kerap menjadi momok bagi wanita. Kabarnya, wanita yang tubektomi akan mengalami risiko disfungsi seksual. Menurut sebuah studi baru yang okezone lansir dari Health24, wanita yang telah menjalani sterilisasi untuk mencegah kehamilan, tidak memiliki risiko disfungsi seksual setelah itu. Para peneliti menemukan fakta bahwa partisipan wanita yang telah menjalankan prosedur tubektomi menunjukkan risiko rendah terhadap masalah-masalah seksual tertentu. Bahkan, mereka cenderung lebih bahagia dengan kehidupan seks daripada wanita lain.
      Vasektomi merupakan salah satu metode kontrasepsi jangka panjang yang efektif dalam mencegah kehamilan secara permanen. Setelah menjalani tindakan vasektomi, ada upaya tindak lanjut yang harus dijalani oleh akseptor yaitu perawatan luka operasi, pencegahan kehamilan dan kunjungan ulang. Tindakan vasektomi mempunyai efek atau keluhan. Efek atau keluhan yang muncul dapat berupa keluhan medis, keluhan psikologis dan terjadinya kehamilan. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan upaya tindak lanjut pasca vasektomi dengan timbulnya keluhan pada akseptor vasektomi.

B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi dan jenis-jenis tubektomi dan vasektomi
2.      Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan tubektomi dan vasektomi
3.      Untuk mengetahui efek samping dari tubektomi dan vasektomi
4.      Untuk mengetahui indikasi dari dilakukannya tubektomi dan vasektomi
5.      Untuk mengetahui kontra indikasi dari dilakukannya tubektomi dan vasektomi







Bab II
PEMBAHASAN
A.     Definisi
a.       Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata kontra berarti melawan atau mencegah, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan.
Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut.
b.      Tubektomy
Kata tubektomi berasal dari tuba dan ektomi, tuba : saluran telur wanita, ektomi : membuang / mengangkat. Namun sekarang definisi ini sudah diperluas dengan pengertian sterilisasi tuba.
Tubektomi adalah metode kontrasepsi permanen di mana saluran tuba di blokir sehingga sel telur tidak bisa masuk ke dalam rahim.
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seseorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2003).
Tubektomi adalah kontrasepsi permanen yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang memang tidak ingin atau boleh memiliki anak (karena alasan kesehatan). Disebut permanen karena metode kontrasepsi ini tidak dapat dibatalkan (reversal) bila kemudian Anda ingin punya anak.
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapat keturunan lagi (Prawirohadjo, 2002).
Tubektomi adalah menutup saluran tuba palopi sehingga tidak perlu memakai alat kontrasepsi serta dapat menghambat penyakit kebidanan/kandungan.
c.       Vasectomy
Vasektomi adalah tindakan operasi ringan dengan cara mengikat dan memotong saluran sperma sehingga sperma tidak dapat lewat dan air mani tidak mengandung spermatozoa, dengan demikian tidak terjadi pembuahan, operasi berlangsung kurang lebih 15 menit dan pasien tak perlu dirawat. Operasi dapat dilakukan di Puskesmas, tempat pelayanan kesehatan dengan fasilitas dokter ahli bedah, pemerintah dan swasta, dan karena tindakan vasektomi murah dan ringan sehingga dapat dilakukan di lapangan (Siswosudarmo, 2007).
Vasektomi adalah menutup saluran sperma yang menyalurkan sperma dari pusat produksinya di testis.

B.     Jenis
a.       Tubektomy
1.      Minilaparotomi
Sayatan kecil sekitar 3 cm daerah perut bawah (suprapubik)/ subumbilikal (pada lingkar pusat bawah)
2.      Laparoskopi (sayatan besar)
Pemeriksaan rongga perut dengan peneropongan memakai alat melalui sayatan pada dinding perut, setelah lebih dahulu dilakukan pengisian dengan udara atau gas ke dalamnya (KBBI daring).
b.      Vasectomy
1.      Vasektomi Tanpa Pisau (VTP atau No-scalpel Vasectomy)
2.      Vasektomi dengan insisi skrotum (tradisional)
3.      Vasektomi semi permanen
Vasektomi Semi Permanen yakni vas deferen yang diikat dan bisa dibuka kembali untuk berfungsi secara normal kembali dan tergantung dengan lama tidaknya pengikatan vas deferen, karena semakin lama vasektomi diikat, maka keberhasilan semakin kecil, sebab vas deferen yang sudah lama tidak dilewati sperma akan menganggap sperma adalah benda asing dan akan menghancurkan benda asing.

C.     Prosedur Kerja
a.       Tubektomy
1.      Cara memblokir saluran tuba dapat dilakukan dalam beberapa cara. Tuba bisa ditutup dengan mempergunakan implan, klip atau cincin serta dengan memotong atau mengikat.
2.      Metode yang paling dipakai sekarang adalah dengan mempergunakan laparoskopi kemudian menjepit kedua saluran tuba dengan klip atau dengan memasang ring.
3.      Terdapat beberapa macam tindakan bedah / operasi sterilisasi tuba yaitu : laparoskopi, mikro-laparoskopi, laparotomi (bersamaan dengan Seksio Cesarea (SC), mini-laparotomi (operasi kecil), histereskopi (dengan memasang implan yang akan merangsang jaringan ikat, sehingga saluran tuba akan terblokir), dan pendekatan / teknik melalui vagina (sekarang tidak dipakai lagi karena tingginya angka infeksi).
4.      Pembedahan biasanya dilakukan dengan pembiusan umum. Dokter dapat menggunakan alat bantu berupa teleskop khusus yang disebut laparoskop. Teleskop berupa pipa kecil bercahaya dan berkamera ini dimasukkan melalui sebuah sayatan kecil di perut untuk menentukan lokasi tuba falopi. Sebuah sayatan lainnya kemudian dibuat untuk memasukkan alat pemotong tuba falopi Anda. Biasanya, ujung-ujung tuba falopi kemudian ditutup dengan jepitan. Cara yang lebih tradisional yang disebut laparotomi tidak menggunakan teleskop dan membutuhkan sayatan yang lebih besar.

b.      Vasectomy
1.      Vasektomi dilakukan dengan cara pemotongan Vas Deferens sehingga saluran transportasi sperma terhambat dan proses penyatuan dengan ovum tidak bekerja. Seorang pria yang sudah divasektomi, volume air maninya sekitar 0,15 cc yang tertahan tidak ikut keluar bersama ejakulasi karena scrotum yang mengalirkannya sudah dibikin buntu. Sperma yang sudah dibentuk tidak akan dikeluarkan oleh tubuh, tetapi diserap & dihancurkan oleh tubuh.
2.      Teknik Vasektomi Tanpa Pisau
ü  Celana dibuka dan baringkan pasien dalam posisi terlentang.
ü  Rambut di daerah skrotum dicukur sampai bersih.
ü  Penis diplester ke dinding perut
ü  Daerah kulit skrotum, penis, supra pubis dan bagian dalam pangkal paha kiri kanan dibersihkan dengan cairan yang tidak merangsang seperti larutan iodofor (Betadine) atau larutan klorheksidin (Hibis-crub) 4%.
ü  Tutuplah daerah yang telah dibersihkan tersebut dengan kain steril berlubang pada tempat skrotum ditonjolkan keluar.
ü  Tepat di linea mediana di atas vas deferens, kulit skrotum diberi anestesi local (Prokain atau Novokain atau Xilokain 1%) 0,5 ml, lalu jarum diteruskan masuk sejajar vas deferens kearah distal, kemudian dideponair lagi masing-masing 3-4 ml, prosedur ini dilakukan sebelah kanan dan kiri.
ü  Vas deferens dengan kulit skrotum yang ditegangkan difiksasi di dalam lingkaran klem fiksasi pada garis tengah skrotum. Kemudian klem direbahkan ke bawah sehingga vas deferens mengarah ke bawah kulit.
ü  Kemudian tusuk bagian yang paling menonjol dari vas deferens, tepat disebelah distal lingkaran klem dengan sebelah ujung klem diseksi dengan membentuk sudut ± 45 derajat.
ü  Renggangkan ujung-ujung klem pelan-pelan. Semua lapisan jaringan dari kulit sampai dinding vas deferens akan dapat dipisahkan dalam satu gerakan. Setelah itu dinding vas deferens yang telah telanjang dapat terlihat.
ü  Dengan ujung klem diseksi menghadap kebawah, tusukkan salah satu ujung klem diputar menghadap keatas. Ujung klem pelan-pelan dirapatkan dan pegang dinding anterior vas deferens. Lepaskan klem fiksasi dari kulit dan pindahkan untuk memegang vas deferens yang sudah telanjang dengan klem fiksasi lalu lepaskan klem fiksasi.
ü  Pada tempat vas deferens yang melengkung, jaringan sekitarnya dipisahkan pelan-pelan kebawah dengan klem diseksi. Kalau lobang telah cukup luas, lalu klem diseksi dimasukkan ke lobang tersebut. Kemudian buka ujung-ujung klem pelan-pelan paralel dengan arah vas deferens yang diangkat. Diperlukan kira-kira 2 cm vas deferens yang bebas. Vas deferens di-crush secara lunak dengan klem diseksi, sebelum dilakukan ligasi dengan benang sutra 3 – 0.
ü  Di antara dua ligasi kira-kira 1 – 1,5 cm vas deferens dipotong dan diangkat. Benang pada putung distal sementara tidak dipotong. Kontrol perdarahan dan kembalikan putung-putung vas deferens dalam skrotum.
ü  Tarik pelan-pelan pada putung yang distal. Pegang secara halus fasia vas deferens dengan klem diseksi dan tutup lobang fasia dengan mengikat sedemikian rupa sehingga putung bagian epididimis tertutup dan putung distal ada di luar fasia.  Apabila tidak ada perdarahan pada keadaan vas deferens tidak tegang, maka benang yang terakhir dapat dipotong dan vas deferens dikembalikan dalam skrotum.
ü  Lakukanlah tindakan di atas (langkah 7 – 13) untuk vas deferens sebelah yang lain, melalui luka di garis tengah yang sama. Kalau tidak ada perdarahan, luka kulit tidak perlu dijahit hanya diaproksimasikan dengan band aid atau tensoplas.

D.     Keuntungan
a.       Tubektomy
1.      Sangat efektif (0,5 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama penggunaan)
2.      Tidak mempengaruhi proses me nyusui (breastfeeding)
3.      Tidak bergantung pada faktor senggama
4.      Baik bagi klien apabila kehamilan akan menjadi risiko kesehatan yang serius
5.      Pembedahan sederhana, dapat dilakukan dengan anestesi lokal
6.      Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
7.      Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)
b.      Vasectomy
1.      Teknik operasi kecil yang sederhana dapat dikerjakan kapan saja.
2.      Komplikasi yang dijumpai sedikit dan ringan
3.      Biaya murah dan terjangkau oleh masyarakat
4.      vasektomi akan mengalami klimaktorium dalam suasana alami (Manuaba, 1998)
5.      Baik yang dilakukan pada laki-laki yang tidak ingin punya anak.
6.      Vasektomi lebih murah dan lebih sedikit komplikasi dari sterilisasi tubulus.
7.      Laki-laki memiliki kesempatan untuk mengubah kontrasepsi dengan istrinya.
8.      Tidak mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menikmati hubungan seksual.

E.      Kerugian
a.       Tubektomy
1.      Metode ini merupakan metode kontrasepsi permanen yang tidak dapat dipulihkan kembali, kecuali dengan operasi rekanalisasi
2.      Anda mungkin akan menyesal di kemudian hari karena memilih metode ini. Ini bisa terjadi jika anda belum memiliki keyakinan yang benar-benar mantap memilih metode ini.
3.      Akan mengalami rasa sakit dan ketidaknyamanan jangka pendek setelah dilakukan pembedahan
4.      Risiko komplikasi dapat meningkat jika dilakukan anestesi umum
5.      Dibutuhkan dokter spesialis ginekologi atau dokter spesialis bedah jika yang dilakukan adalah proses laparoskopi
6.      Tidak dapat melindungi anda dari infeksi menular seksual, termasuk HIV/AIDS.

b.      Vasektomy
1.      Cara ini tidak langsung efektif, perlu menunggu beberapa waktu setelah benar-benar sperma tidak ditemukan berdasarkan analisa sperma.
2.      Masih merupakan tindakan operasi maka pria masih merasa takut.
3.      Beberapa laki-laki takut vasektomi akan mempengaruhi kemampuan seks atau menyebabkan masalah ereksi.
4.      Ada sedikit rasa sakit dan ketidaknyamanan beberapa hari setelah operasi, rasa sakit ini biasanya dapat lega oleh konsumsi obat-obatan lembut.
5.      Seringkali harus melakukan dengan kompres es selama 4 jam untuk mengurangi pembengkakan, perdarahan dan rasa tidak nyaman dan harus memakai celana yang dapat mendukung skrotum selama 2 hari.
6.      Pasien diminta untuk memakai kondom terlebih dahulu untuk membersihkan tabung dari sisa sperma yang ada. Untuk mengetahui yang steril atau tidak, pemeriksaan mikroskopis biasanya dilakukan 20-30 kali setelah ejakulasi.
7.      Vasektomi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi menular seksual termasuk HIV.
8.      Penyesalan setelah vasektomi lebih besar jika orang itu masih di bawah usia 25 tahun, telah terjadi perceraian atau anak yang meninggal.
9.      Dibutuhkan 1-3 tahun untuk benar-benar menentukan apakah vasektomi dapat bekerja efektif 100 persen atau tidak. Walaupun vasektomi dinilai paling efektif untuk mrngontrol kesuburan pria namun masih mungkin di jumpai suatu kegagalan.
10.  Vasektomi dianggap gagal bila:
11.  Pada analisis sperma setelah 3 bulan pascavasektomi atau setelah 15 – 20 kali ejakulasi masih dijumpai spermatozoa.
12.  Dijumpai spermatozoa setelah sebelumnya azoosperma
13.  Istri ( pasangan ) hamil.

F.      Efek Samping
a.       Tubektomy
a.       Reaksi alergi anestesi
ü  Menjelaskan sebab terjadinya bahwa adanya reaksi hipersensitif atau alergi karena masuknya larutan anestesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau pemberian anestesi lokal yang melebihi dosis
ü  Reaksi ini dapat terjadi pada saat dilakukan tindakan operasi baik operasi besar atau kecil.
b.      Infeksi atau abses pada luka
ü  Menjelaskan sebab terjadinya karena tidak terpenuhinya standar sterilitasi alat operasi dan pencegahan infeksi, atau kurang sempurnanya teknik perawatan luka pasca operasi
ü  Gejala ini umumnya terjadi karena kurang diperhatikannya strerilitas alat dan ruangan, kurang sempurnanya persiapan operasi teknik dan perawatan luka pasca operasi
c.       Perforasi rahim
ü  Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan elevator rahim didorong terlalu kuat kearah yang salah, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit (biasanya posisi rahim hiperretrofleksi, adanya perlengketan pada rahim, pasca keguguran)
ü  Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia
d.      Perlukaan kandung kencing
ü  Menjelaskan sebab terjadinya dikarenakan tidak sempurnanya pengosongan kandung kencing
ü  Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia
c.       Perlukaan usus
ü  Menjelaskan sebab terjadinya karena tindakan yang tidak sesuai prosedur, teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan anatomi tubuh yang rumit
ü  Terangkan mengenai teknik yang dipakai pada tubektomi serta anatomi tubuh manusia
d.      Perdarahan mesosalping
ü  Menjelaskan sebab terjadinya karena terpotongnya pembuluh darah di daerah mesosalping

b.      Vasektomy
a.       Rasa nyeri atau ketidaknyamanan akibat pembedahan yang biasanya hanya berlangsung beberapa hari.
b.      Pembentukan granuloma relatif jarang dan merupakan keluhan yang nantinya hilang sendiri.
c.       Infeksi apabila perawatan pasca operasinya tidak bagus.

G.     Indikasi
1.      Usia >26 tahun
2.      Memiliki keturunan > 2
3.      Yakin telah mempunyai besar keluarga yang sesuai dengan kehendaknya
4.      Pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan yang serius
5.      Pasca persalinan
6.      Pasca keguguran
7.      Paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini

H.     Kontraindikasi
a.       Tubektomy
1.      Hamil
2.      Perdarahan vaginal yang belum terjelaskan
3.      Infeksi sistemik atau pelvik yang akut
4.      Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5.      Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas di masa depan
6.      Belum memberikan persetujuan tertulis
7.      Laparoskopi juga tidak boleh dilakukan pada pasien dengan penyakit jantung dan paru yang berat
8.      Jika ada permintaan sterilisasi saat persalinan dan ternyata timbul komplikasi ada ibu atau janin maka permintaan tersebut bisa di tolak
b.      Vasectomy
Beberapa hal yanga dapat menimbulkan kontra indikasi dan cara penanganannya:
1.      Perdarahan
Apabila perdarahan sedikit, cukup dengan pengamatan saja. Bila banyak, hendaknya dirujuk segera ke fasilitas kesehatan lain yang lebih lengkap. Di sini akan dilkukan operasi kembali dengan anestesi umum, membuka luka, mengeluarkan bekuan-bekuan darah dan kemudian mencari sumber perdarahan serta menjepit dan mengikatnya. Setiap keluhan pembengkakan isi skrotum pascavasektomi hendaknya dicurigai sebagai perdarahan dan dilakukan pemeriksaan yang seksama. Bekuan darah di dalam skrotum yang tidak dikeluarkan akan mengundang kuman-kuman dan menimbulkan infeksi.
2.      Hematoma
Biasanya terjadi bila daerah skrotum diberi beban yang berlebihan, misal naik sepeda, duduk terlalu lama dalam kendaraan dengan jalanan yang rusak dan sebagainya.
3.      Infeksi
Infeksi pada kulit skrotum cukup dengan mengobati menurut prinsip pengobatan luka kulit. Apabila basah, dengan kompres (dengan zat yang tidak merangsang). Apabila kering dengan salep antibiotika. Apabila terjadi infiltrat di dalam kulit skrotum di tempat vasektomi sebaiknya segera dirujuk ke rumah sakit. Di sini pasien akan diistirahatkan dengan berbaring, kompres es pemberian antibiotika, dan analgetika.
4.      Granuloma sperma
Dapat terjadi pada ujung proksimal vas atau rpidemilis. Gejalanya merupakan benjolan kenyal dengan kadang – kadang keluhan nyeri. Granuloma sperma dapat terjadi 1 – 2 minggu setelah vasektomi. Pada keadaan ini dilakukan eksisi granuloma dan mengikat kembali vas deferens. Terjadi pada 0.1 – 30 % kasus.

I.        Waktu Dilakukan
Tubektomy
1.      Setiap waktu selama siklus menstruasi apabila diyakini secara rasional klien tidak hamil
2.      Hari ke-6 hingga ke-13 dari siklus menstruasi (fase proliferasi)
3.      Pascapersalinan; minilap di dalam waktu 2 hari atau hingga 6 minggu atau 12 minggu, laparoskopi tidak tepat untuk klien pascapersalinan
4.      Pascakeguguran; Triwulan pertama (minilap atau laparoskopi), Triwulan kedua (minilap saja).
Bab III
PENUTUP

Bahwa tubektomi adalah KB yang 99% efektif. Hanya 1 dari 200 wanita yang disterilisasi namun kemudian hamil. Pada kasus yang sangat jarang terjadi itu, tuba falopi wanita kembali menyambung setelah dipotong atau ditutup. Dengan kategori ;
F Sangat efektif dan mantap Tindakan pembedahan yang aman dan sederhana
F Tidak ada efek samping
F Konseling dan informed consent (persetujuan tindakan) mutlak diperlukan
F Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium)
Vasektomi merupakan salah satu pilihan alat kontrasepsi untuk pria yang aman dan tentunya diperuntukan untuk pria yang tidak ingin punya anak. Prosedur yang dilakukan untuk vasektomi pun sangat aman karena ini adalah operasi kecil.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

1 komentar:

Anang S. Jingah mengatakan...

Bagus makalahnya, terimakasih atas informasinya

Posting Komentar

Tulislah walau satu kata,.!!